Selasa, 13 Desember 2011

PKT (Paradigma Kritis Transformatif) /Part I

PARADIGMA TRANSFORMATIF
Tujuan dan Target :
  1. Peserta dapat  memahami akar Geneologi PKT (paradigma Kritis Transformatif)
  2. Peserta dapat memahami fungsi PKT dalam pergerakan
  3. Peserta dapat mengetahui dan menelaah realitas sosial masyarakat dalam tatapan PKT
Pokok Bahasan :
  1. Definisi Paradigma
  2. Paradigm kritis
  3. Order Paradigma (Paradigma Keteraturan)
  4. Conflict Paradigma (Paradigma Konflik)
  5. Plural Paradigma (Paradigma Plural)
  6. Prespektif Transformatif
  7. Setting sosial yang malahirkan kritis, dan mengapa relevan dalam konteks social ke-Indonesia-an
  8. Pardigma Kritis Transformatif yang diterapkan di PMII
  9. Mengapa PMII memilih Paradigma Kritis Transformatif.

  1. Definisi Paradigma
Pardigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Khun, seorang Ahli Fisiska Teoritik, dalam bukunya “The Structur of Sientific Revolution”, yang dipopulerkan oleh Robert Friederichs (The Sociologi of Sociology, 1970), Lodhal dan Cardon (1972), dan Philips (1973). Sementara Khun sendiri, seperti ditulis Ritzer (1980) tidak mendefinisikan secara jelas pengertian paradigma. Bahkan menggunakan kata paradigma dalam 21 konteks yang berbeda. Namun dari 21 pengertian tersebut oleh Masterman diklasifikasikan dalam tiga pengertian paradigma :
1.      Paradigm Metafisik, yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat kajian keilmuan
2.      Paradigm Sosiologi, yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial masyarakat dan penemuan teori yang diterima secara umum
3.      Paradigm Konstrak, sebagai suatu yang mendasari bangunan konsep dalam lingkup tertentu, misalnya paradigma pembangunan, paradigma pergerakan.
Masterman sendiri merumuskan paradigma sebagai “pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang dipelajari (a fundamental image a diciplin has of its subject matter).  Sedangkan George Ritzer mengartikan paradigma “sebagai apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dipelajari, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta seperangkat antara tafsir sosial dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut”. Maka jika dirumuskan secara sederhana, sesungguhnya paradigma adalah “How to See the World” semacam kacamata untuk melihat, mamaknai, manafsirkan masyarakat atau relaitas  sosial. Tafsir sosial tersebut kemudian menurunkan respon sosial yang memandu arahan pergerakan.

  1. Paradigma Kritis
Apakah yang disebut Teori Kritis? Apa sebenarnya makna “Kritis”?. Menurut kamus ilmiah popular, kritis adalah “tajam/tegas dan teliti dalam menanggapi atau memberikan penilaian secara mendalam”. Sehingga teori kritis adalah teori yang berusaha melakukan analisa secara tajam dan teliti terhadap realitas, Secara Historis, berbicara tentang kritis tidak bisa lepas dari Madzhab Franfurt. Dengan kata lain, teori kritis merupakan produk dari institut penelitian sosial, Universitas Franfurt Jerman yang digawangi oleh kalangan Neo-Marxi Jerman. Teori kritis menjadi disputasi politik dikalangan filsafat sosial dan sosiologi pada tahun 1961.
Konfrontas intelektual yang cukup terkenal adalah pendekatan epistimologi sosial antara Adorno (kubu sekolah Franfurt-paradigma kritis) dengan Karl Popper (kubu sekolah Wina-paradigma neo-positivisme/neo-kantian) konfontrasi berlanjut antara Hans Albert (kubu Popper) dengan Jirgen Habermas (kubu Adorno). Perebatan  ini memacu debat positivism dalam sosiologi Jerman. Habermas adalah tokoh yang berhasil mengintegrasikan metode analisis ke dalam pemikiran dialektis Teori Kritis.
Teori kritis adalah anak cabang pemikiran Marxis dan sekaligus cabang Marxisme yang paling jauh meningggalkan Karl Marx (Franfurter Schule) cara dan ciri pemikiran franfurt disebut teori kritik masyarakat “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”. Teori ini mau mencoba memperbaharui dan kontruksi teori yang membedakan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. 
Ciri khas dari teori kritik masyarakat adalah bahwa teori tersebut bertitik tolak dari inspirasi pemikiran sosial Karl Marx, tetapi juga sekaligus melampui bangunan Idiologis Marxisme, bahkan meninggalkan beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif. Beberapa tokoh Teori Kritis angkatan pertamama adalah  Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus, ahli sastra, psikolog dan filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm, (ahli psikoanalisa Freud), Karl Wirrfogel (sinology), Leo Lowenthal (Sosiolog), Walter Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (murid Hedegger yang mencoba mengabunggkan fenomologi dan Marxisme, yang juga selanjutnya Marcuse menjadi “Nabi” gerakan left di Amerika).
Pada intinya madzhab Franfurt tidak puas atas teori negara Marxian yang selalu tertendensi determinisme ekonomi. Determinisme ekonomi berasumsi bahwa peubahan akan terjadi apabila masalah ekonomi sudah stabil. Jadi Basic Struktur (ekonomi) sangat menentukan supra-struktur (politik, sosial, budaya, pendidikan, dan seluruh dimensi kehidupan manusia). Kemudian mereka mengembangkan kritik terhadap masyarakat dan berabagi sistem pengetahuan. Teori kritis tidak hanya menumpukan analisanya pada struktur sosial, tetepi teori kritis juga memberikan perhatian kepada kebudayaan masyarakat (culture society). Seluruh program teori kritis madzhab Franfurt dapat dikembalikan kepada seluruh manifesto yang ditulis dalam Zetchrift tahun 1957 oleh Horkheimer. Dalam artikel tentang “Teori Tradisinal dan teori Kritik” (Traditionalle und Krittsche theorie) ini, konsep “Teori Kritis” pertamakalinya  muncul. Tokoh utama teori kritis ini adalah Max Hokheimer (1895-1973). Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969) dan Herbert Marcuse (1898-1979) yang kemudian dilanjutkan oleh generasi kedua madzhab franfurt yaitu Jurgen Hebermas yang terkenal dengan teori komunikasinya. Diungkapkan oleh George Ritzer, secra ringkas , teori kritis berfungsi untuk mengkritisi:
Ø  Tori Marxian yan deterministik yang menumpukan semua persoalan pada bidang ekonomi
Ø  Positivisme dalam Sosiologi yang mencangkok metode Sains eksak dalam wilayah sosial-humaniora, katakanlah kritik epistimologi yang kebanyakan hanya memperpanjang status Quo
Ø  Kritik terhadap masyarakat modern yang terjebal pada irrasionalitas, nalar teknologis, nalat instrumental yang gagal membebaskan manusia dan dominasi
Ø  Kritik kebudayaan yang dianggap hanya mengahncurkan otentisitas kemanusiaan

Madzhab franfurt mengkarakterisasikan berfikir kritis dengan empat hal :
1.      Berfikir dalam totalitas (dialektis)
2.      Berfikir empiris-historis
3.      Berfikir dalam kesatuan teori dan praktis
4.      Berfikir dalam realitas yang tengah dan terus bekerja (working relity)
Mereka mengembangkan apa yang disebut dengan kritik idiologi atau ritik dominasi. Sasaran kritik ini bukan hanya pada struktur sosial namun juga pada idiologi dominan dalam masyarakat. Teori Kritis berangkat dari 4 (empat sumber) kritik yang dikonseptualisasikan oleh Imanuel Kant. Hegel, Karl Marx, dan Sigmund Freud.

1.      Kritik dalam Penegrtian Kantian
Imanuel Kant melihat teori kritis dari pengambilan suatu ilmu engetahuan secara subyektif sehingga akan membentuk paradigma segala sesuatu secara subyektif pula. Kant menumpukan analisanya pada aras epitimologis, trsdisi filsafat yang bergulat pada persoalan “isi” pengetahuan. Untuk menemukan kebenaran, Kant mempertanyakan “condition of possibility” bagi penegtahuan. Bisa juga disederhanakan bahwa kritik Kant terhadap epistimologi tentang (kapasitas raso dalam perdoalan pengetahuan) bahwa rasio dapat mejadi kritis terhadap kemampunya sendiri dan dapat menjadi “pengadilan tinggi”. Kritik ini bersifat transcendental. Kritik dalam pemikiran Kantian adalah kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka.

2.      Kritik dalam Pengertian Hegellan
Kritik dalam makna Hegelian merupakan kritik terhadap pemikiran kritik Kantian. Menurut Hegel, Kant berambisi membangun sesuatu “meta- teori” untuk menguji validitas suatu teori. Menurut Hegel pengertian kritis merupakan refleksi-diri dalam upaya menempuh pergulatan panjang menuju ruh absolute. Hegel merupakan pelatak dsar metode berfikir dialektis yang diadopsi dari prinsip tri-angel-nya Spinoza dengan diktumnya yang terkenal adalah “therational is real, the real is rational”. Sehingga, berbeda dengan Kant. Hegel memandang teori kritis sebagai proses totalitas berfikir.
Dengan kata lain, kebenaran muncul atau kritisme bisa tumbuh apabila terjadi benturan dan penginkaran atas sesuatu yang sudah ada. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang mengahambat proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia.

3.      Kritik dalam Pengertian Marxian
Menurut Marx, konsep Hegel seperti orang yang berjalan dengan kepala, ini adalah terbalik. Dialektika Hegelian dipandang terlalu idialis yang memandang bahwa yang berdialektika adalah pikiran. Ini kesalahan serius sebab yang berdialektika adalah kekuatan-kekuatan material dalam masyarakat. Pikiran hanya refleksi dari kekuatan material (modal produksi masyarakat). Sehingga teori kritis bagi Marx sebagai usaha mengemansipasi diri dari penindasan dan eliniasi yang dihasilkan oleh penguasa di dalam masyarakat, kritik dalam teori Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari elienasi atau ketergantungan yang dihasilkan oleh hubungan kekuasaan dan masyarakat.

4.      Kritik dalam Penegrtian Freudian
Madzahab Franfurt menerima Sigmun Freud karena analisa Freudian mampu memberikan basis psikologis masyarakat dan membongkar konstruk kesadaran dan pemberdayaan masyarakat. Freud memandang teori kritis dengan refleksi dan analisis psikoanalisanya. Artinya, bahwa orang bisa melakukan sesuatu karena didorong oleh keinginan untuk hidupnya sehingga mausia malakukan perubahan dalam dirinya. Kritik dalam pengertian Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang mengahsilkan represi dan memanipulasi kesadaran.
Adopsi teoro kritis atas pemikiran Freudian yang sangat psikologistik dianggap sebagai penghianatan terhadap ortodoksi Maxisme klasik. Berdasarkan empat pengertian diatas teori kritis adalah teori yang bukan hanya sekedar kontemplasi pasif prinsip-prinsip obyektif realitas, malainkan bersifat emansipatiris. Sedangkan teori yang emansipatoris harus memenuhi tiga syarat “
1.      Bersifat kritis dan curiga terhadap segala sesuatu yang terjadi pada zamanya.
2.      Berfikir secara historis, artinya selalu melihat proses perkembangan masyarakat.
3.      Tidak memisahkan teori dan praksis, tidak melepaskan fakta dari nilai semata-mata untuk mendapatkan hasil yang obyektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar