Selasa, 27 Desember 2011

Paradigma Transformatif : Part II

  1. Macam-macam Paradigma
Paradigma Kritis : Sebuah Sintesis Perkembangan Paradigma sosial. William Perdue, menyatakan dalam Ilmu Soial dikenal adanya tiga jenis utama paradigma :
1.      Order Paradigma (Paradidma Keterayuran)
Inti dari paradigm keteraturan adalah  bahea asyarakat dipandang sebagi system social yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam kesimbangngan sistemik. Asumsi adasarnya adalah bahwa setiap struktur social adaah fungsional terhaadap struktur lainya. Kemiskinan, Peperangan, Perbudakan mislanya merupkan suatu yang wajar. Sebab fungsional terhadap masyarakat. Ini yang kemudian melahirkan teori strukturalisme fungsional. Secar ekternal paradigm ini dituduh a historis, konserfatif, pro-status quo dan karenanya anti perunahan. Paradigm ii mengingkari hokum kekuasaan : setiap ada kekuasaan senantiasa ada perlawanan. Untuk memahamipola pemikiran paradigm keteraturan dapat dilihat sekema berikut :

Elemen Paradigmatik
Asumsi Dasar
Type Ideal
Imajinasi sifat dasar manusia
Rasional, meiliki kepentingan pribadi, ketidakseimbangan personal dan berotensi memunculkan disintegrasi sosial
Pandanagn Hobes mengenai konsep dasar Negara
Imajinasi tentang masyarakat
Consensus, kohesif atau fungsional-struktural, ketidakseimbangan social, a historis, konserfatif, pro-statys quo, anti perubahan
Negara Republik Plato
Imajinasi Ilmu Pengetahuan
Sitematik, positifistik, kuantitatif, dan prediktif
Fungsionalisme Auguste Comte, fungsionalisme Durkheim, fungsionalisme-struktural Talcot Parson

2.      Conflic Paradigma (Paradigma Konflik)
Secar konseptual, paradigm konflik menyerang paradigm keteraturan yang mengabaikan kenyataan bahwa :
·         Setiap unsure-unsur social dalam dirinya mengandung kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip pengerak perubahan.
·         Perubahan tidak selalu gradual, namun juga revolusioner
Dalam jangka panjang sitem social harus mengaamimkoonflik social dalam lingkar setan (vicious circle) tak berujung pangkal kritik, itulah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi paradigm konflik. Konflik dipandang sebagai inhern dalam setiap omunitas, tak mungkin dikebiri apa lagi dihilangkan. Konflik menjadi instrument perubahan. Untuk memahami pola pemikiran paradigm konflik dapat dilihat sebagai berikut :

Elemen Paradigmatik
Asumsi Dasar
Type Ideal
Imajinasi sifat dasar manusia
Rasional, kooperatif, sempurna
Konsep Homo Feber Hegel
Imajinasi tentang masyarakat
Integrasi social terjadi karena adaya dominasi, konflik menjadi instrument perubahan, utopia
Negara republic Plato
Imajinasi Ilmu Pengetahuan
Filasafat materialism, histories, holistic, dan terapan
Materialism historis Marx

3.      Plural Paradigma (Paradigma Plural)
Dari kontras atau perbedaan antara paradigm keteraturan dan paradigm konflik tersebut melahirkan upaya membangn sintesis keduanya yang melahirkan paradigm Plural. Paradigm Plural memandang manusia sebagai sosok yang independen, bebas dan memiliki otoritas serta otonimi untuk melakukan pemaknaan dan menafsirkan realitas social yang ada disekitarnya. Untuk memahami pola pemikiran paradigm Plural, dapat dilihat skema berikut :

Elemen Paradigmatik
Asumsi Dasar
Type Ideal
Imajinasi sifat dasar manusia
Manusia bertindak atas kesadarn subyektif, memiliki kebebasan menafsirkan realitas/aktif
Konsep kesadaran diri Imanuen Kant
Imajinasi tentang masyarakat
Struktur internal yang membentuk kesadaran manusia, kontrak social sebagai mekanise kontrol
Konsep kontrak social J.J Rousseau
Imajinasi Ilmu Pengetahuan
Dilsafat idialisme tindakan manusia tidak dapat diprediksi
Metode Verstehen Weber

Ketika paradigm diatas merupakan pijakan-pijakan untuk membengun paradigm baru. Dari optic pertumbuhan teori sosiologi telah lahir paradigm kritis setelah dilakukan elaborasi antara paradigm pluralis dan paradigm konflik. Paradigm pluralis memberikan dasar pada paradigm kritis terkait dengan asumsinya bahwa manusia merupakan sosok yang independen, bebas dan memiliki otoritas untuk menafsirkan realitas. Sedangkan paradigm konflik  memepertajam paradima kritis dengan asumsinya tentang adanya pembongkaran atas dominasi satu kelompok pada kelompok lainya. Apabila disimpulkan apa ya ng disebutkan dengan paradigm kritis adalah paradigm yang dalam melakukan tafsir social ayau pembacaan terhadap relaitas masyarakat bertumpu pada :
a.       Analisis structural : membaca format politik, format ekonomi dan politik, hokum suatu masyarakat, untuk menulisuuri nalar dan mekanisme sosialnya untik membongkar pola dan relasi social yang hegemoni, dominative dan ekploitatif
b.      Analisis ekoomi untuk menemukan veriabel ekonomi politik, baik pada level nasional maupun Internasional
c.       Analisis kritis yang membongkar “the dominant ideology” baik itu berakar pada agama, ilai0nilai adat, ilmu atau filsafat, membongkat logika dan mekanisme formasi suatu wacana resmi dan pola-pola ekskusif antar wacana
d.      Psikoanalisis yang akan membongkar kesadaran palsu di masyarakat
e.       Analisis kesejaraha yang menelusuri dialektika antar tesis-tesis sejarah, idiologi, filsafat, actor-aktor sejarah baik dalam level indivisual maupun social, kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat.

  1. Prespektif Transformatif
Paradigm kritis baru menjawab pertanyaan : struktur formasi social seperti apa yang sekarang sedang bekerja. Ini baru sampai pada logika dan mekanisme working-sistem yang menciptakan relasi tidak adil, hegemoni, dominative, dan eksploitatif. Namun, belum mampu memberikan prespektif tentang jawaban terhadap formasi sosil tersebut. Strategi mentransformasiaknya. Disinilah “Trem transformative” melengkapi teori kritis.
Dalam prespektif transformative, dianut epistimologi perubahan non-esensialis. Perubahan yang tidak hanya menumpukan pada revolusi politik atau perubahan yang kbertumpu pada agen tunggal sejarah, entah kaum miskin kota (KMK), buruh atau petani, tapi perubahan yang serentak yang dilakukan secra bersma-sama, disisi lain makna transformative harus mampu mentrasformasikan gagasan dan gerakan sampai pada wiliyah tindakan praksis ke masyarakat. Model-model transformasi yang bias dimanifestasikan pada dataran praksis antara lain

1.      Tranformasi dari Elitism ke Populisme
Dalam model tranformasi ini digunakan  model pendekatan, bahwa mahasiswa dalam melakukan gerakan social harus setia dan konsisten mengangkat isu-isu kerakyatan, semisal isu advokasi buruh, advokasi petani, pendampingan terhadap masyarakat yang digusur akibat adanya proyek pemerintah yang serig berselingkuh dengan kekuatan pasar (kaum kapitalis) dengan perubahan mal-mal, yang tersemuanya itu menyentuh akan kebutuhan rakyat secar riil. Fenomea yang terjadi masih banyak mahasiswa yang lebih memperiorotaskan isu elit, melangit dan jauh dari apa yang dikehendaki oleh rakyat, bahkan kadang sifatmya sangat utopis. Oleh karena itu, kita sebagi keum intelektual terdidik, jangan sampai terjabut dari akar sejarah kira sendiri. Karakter gerakan mahasiswa saat ini haruslah lebh condobg pada gerakan yang bersifat horizontal.


2.      Tranformasi darinegara ke Masyarakat
Model tranformasi kedua adalah, transformasi dari Negara ke Masyarakat. Kalau kemudian kita lacak basis teoritiknya adalah, kritik yang dilakukan oleh Karl Marx terhadap G.W.F. Hegel. Hegel memaknai Negara sebagi penjelmaan roh absolute yang harus ditaati kebenaranya dalam meberikan kebijakan terhadap rakyatnya. Disamping itu, Hegel mengatakan bahwa Negara adalah satu-satunya wadah yang paling efektif untuk meredam terjadinya konflik internal secra Nasional dalam suatu bangsa. Hal ini dibanah Marx. Marx mengatakan bahwa justru masyarakatlah yang mempunyai otoritas penuh dalam menentukan kebijakan tertinggi. Makna transformasi ini akan sesuai jika gerakan mahasiswa bersama-sama rakyat bahu-membahu untuk terlibat secra langsung atas perubahan yang terjadi disetiap bangsa atau Negara.

3.      Tranformasi dari Struktur ke Kultur
Bentuk trasformasi ketiga adalah, transformasi dari Struktur ke Kultur, yang mana hal ini akan bias terwujud jika dala setiap mengambil keputusan berupa kebijakn-kebijakan ini tidak sepenuhnya bersifat sentralistik seperti yang dilakukan pada masa orde baru, akan tetapi seharusnya kebijakan ini bersifat desentralistik. Jadi, aspirasi dari bawah harus dijadikan bahan pertimbangan pemerontah dalam mengambil keputusan, hal ini karena rakyatlah yang paling akan mengerti akan kebutuhan dan yang paling bersinggungan langsung dengan kerasnya benturan social dilapangan.

4.      Tranformasi dari Indvidu ke Massa
Model transformasi selanjutnya adalah, trasnformasi dari Individu ke Massa. Dalam disiplin ilmu sosiologi disebutkan, bahwa manusia adalah makhluk social, yang sangat membutuhkan kehadiran makhluk hidup yang lain. Bentuk-bentuk komunalitas ini sebenarnya sudah dicita-citakan oleh para founding father kita tentang adanya hidup bergotong royong. Rasa egoism dan individualism haruslah dibuang jauh-jauh dari sifat manusia. Ha ini tentunya setiap perubahan meniscayakan adanya power atau kekuatan rakyat dalam menyatukan program perjuangan menuju perubahan social dalam bidang apapun

  1. Paradigma Kritis Transformatif (PKT)  yang diterapkan di PMII
Dari paparan diatas, terlihat bahwa PKT sepenuhnya merupakan proses pemikiran manusia. Dengan demikian dia adalah sekuler. Kenyataan ini yang mebuat PMII dilematis, karena akan mendapat tuduhan sekuler jika pola piker tersebut diberlakukan. Untuk menghindari dari tudingan tersebut, maka diperlukan adanya reformulasi penerapan PKT dalam tubuh warga pergerakan. Dalam hal ini, paradigm kritis diberlakukan hanya sebagi kerangka berfikir dan metode analisis dalam memandang persoalan. Dengan sendirinya dia tidak dilepaskan dari ketentuan ajaran agama, senaliknya justru ingin mengembalikan dan mengfungsikan ajaran agama sebagai mestinya.
Paradigm kritis transformative berupaya menegakan harkat dan martabat kemanusiaan dari belenggu, melawan segala bentuk dominasi dan penindasan, membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan hegemoni. Semua ini adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Islam. Oleh karenanya pokok-pokok pikiran inilah yang dapat diterima sebagi titik pijak penerapan PKT di kalangan warga PMII. Contoh yang paling kongkrtit dalam hal ini bias ditunjuk pola pemikiran yang menggunakan aradigma kritis dari beberapa intelektual Islam, diantaranya Hansan Hanafi dan, Arkaoun,

  1. Menngapa PMII Memilih Paradigma Kritis Transformatif?
Berfikir kritis dan bertindak transformative itulah jargon PMII dalam setiap membaca tafsir social yang sedang terjadi dalam konteks apapun. Dan ada beberapa alas an yang menyebabkan PMII harusmemiliki paradigm kritis transformative sebagai dsar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran serta menyusun cara pandang dalam elakukan analisa terhadap realitas social. Alsan-alsan tersebut adalah :
1.      Masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme-modern, dimana kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya masa kapitalisme dan pola berfikir positifistik-modernisme.
2.      Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau plural, beragam, baik secra etnis, tradisi, kultur maupun adanya Pluralitas society
3.      Pemerintahan yang mengunakan system yang represif dan otoriter dengan pola yang hegemonic (sitem pemrintahan menggunakan paradigm ketreaturan yang anti perubahan dan pro-status quo
4.      Kuatnya belenggu dogmatism agama, akibatnya agama menjadi kering dan beku, bahkan tiadak jarang agama justru menjadi penghalang menjadi kemajuan dan upaya menegakan nilai kemanusiaan
Beberapa alas an mengenai PMII memilih paradigm kritis transformative untuk dijadikan pisau analisis dalam menafsirkan realitas social. Kerana pada akikatnya dengan analisis PKT mengidialkan sebuah bentuk perubahan dari semua level dimensi masyarakata (ideology, politik, ekonomi, sosil, budaya, pendidikan dll) secra bersama-sama. Hal ini juga tercermin dalam imagined community (komunitas imajiner) PMII yang mengidealkan orientasi out-put kader PMII yang diantaranya adalah intelktual organic, agamawan kritis, professional lobbiyer, ekonom cerdas, budayawan kritis, politisi tangguh, dan paktisi pendidikan yang transformative.





Data-data bacaan penunjang :
·         Andi arif, politik Hegemini Gramsci. Pustaka Pelajar. Jojakarta. 1992
·         Ali mudhofir. Kamus Istilah Filsafat. Liberty. Yogyakarta. 1923
·         Andree Feillad. NU vis a vish Negara. LKiS. Yogyakarta.1924
·         Bendix, Reinhard, Max Webber, Berkeley. University of California. Pres. 1975
·         Farnscis. Arif Budiman. Menuju masyrakat komunikati, politik dan post modernism menurut Jurgen Habermas, Kanisius. Yogyakarta. 1926
·         Frans Magnis Suseno, filsafat sebagi ilmu kritis. Kanisius. Yogyakarta. 1927
·         F Budi Hardiman. Kritik Idiologi. Kanisius. Yogyakarta. 1908
·         Greg Burton (ed). Radikalisme tradisional. LKiS. Yogyakarta. 1989
·         Kazuo Smogaki. Kiri Islam : antara Modernisme dan Post Modernisme (telaah kritis pemikiran Hasan Hanafi). LKiS. Yogyakarta. 1993
·         Muh. Arkaoun. Nalar Islami dan Nalar Modern, Inis. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar